GARA-GARA HUJAN
Raffi masih tergeletak
ditempat tidurnya. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul 06.00 pagi.
“Raffi bangun nak !
Nanti kamu terlambat pergi ke sekolah!”, terdengar suara Ibu Raffi dibalik
pintu kamarnya.
“Mmm...!”, Raffi hanya
bergumam sambil menutup seluruh badannya dengan selimut dan melanjutkan mimpi
indahnya yang sempat tertunda .
“Rafi bangun, sudah jam
berapa iniii....! apa kamu tidak sekolah sekarang, nanti kamu telat ke Sekolah
lho!”, kata Ibu untuk kesekiankalinya.
Ibupun menepuk-nepuk dengan pelan punggung
Raffi, tapi Raffi tak juga bangun. Ibu pun meminta tolong kepada Nisa untuk
membangunkan adiknya Raffi karena ibu harus menyiapkan sarapan untuk mereka.
Bagi Nisa dan Raffi
sosok Ibu, dialah perempuan nan tertangguh. Ibu, dialah perempuan yang paling
sabar, memberi maaf saat Nisa dan Raffi bersalah, membumbui mereka dengan bekal
dan menghadiakan mereka nasihat-nasihat terindahnya.
Sedang Ayah mereka
jarang di Rumah. Ia sibuk dengan pekerjaannya sebagai koki masak di kapal dan
kadang pulang setahun sekali bahkan lebih dari setahun. Ayah Nisa dan Raffi
sangat baik dan merupakan sosok Ayah yang bertanggung jawab terhadap
keluarganya.
Tok! Tok! Tok! “Raffi
cepat bangunn!”,
Tok! Tok! Tok!, “ayolah
adikku yang malas, bangun..!”, terdengar suara pintu kamar Raffi diketuk
berulangkali. Suara Nisa menyuruhnya bangun. Nisa adalah kakak dari Raffi yang
duduk di kelas 2 SMA, sedangkan Raffi masih duduk di kelas 3 SMP. Perbedaan umur mereka yang tidak
begitu jauh membuat ego dan keras kepala mereka hampir sama. Nisa merupakan
kakak yang baik tetapi usil kepada adiknya.
Raffipun tersentak dari
tidurnya ketika mendengar suara pintu yang keras. Wajahnya yang kusut ditambah pipi
dan tangannya yang berbekas-bekas seperti pakaian lama yang terhimpit oleh
pakaian- pakaian baru.
Akhirnya Raffi datang dengan
setengah sadar, masih dalam mimpi indahnya.
"ibu, cantik sekali pagi ini, tak seperti pagi biasanya" puji Raffi.
"ibu, cantik sekali pagi ini, tak seperti pagi biasanya" puji Raffi.
“Ada apa denganmuu....!”, Nisa meniru
salah satu lirik lagu band peterpan untuk Raffi.
”Mengapa Ibu tidak membangunkan
Raffi tadi?”. Ibupun bingung mendengar perkatannya. Mungkin karena dia
mengantuk berat sehingga dia tidak ingat kalau dari tadi Ibu sudah membangunkannya
berulangkali.
Raffi
pun segera ke kamar mandi dan mandi dengan terburu-buru karena dia takut telat
ke sekolah.
Setelah mandi dan berpakain, ia bergegas
menuju kemeja makan. Disana sudah ada Kak Nisa dan Ibu.
“Ayo Raffi kita
sarapan..!”, Ibu segera mengambilkan sepiring nasi goreng dan telur mata sapi kesukaanya.
“Ngomong-ngomong,
mandinya kok cepat banget. Perasaan 5 menit yang lalu kamu baru bangun tidur.
Apa jangan-jangan kamu cuma basuh muka saja... Ihh... jorok!”, kata Nisa
meledek sambil menggeser kursinya dari kursi Raffi. Raffi pun kesal oleh
perkataan kakaknya itu dan menumpahkan kekesalannya di meja makan dengan menolak
piring makan hingga hampir jatuh.
“Sudah Kak, jangan
ganggu adikmu!”, kata Ibu kepada Nisa.
Nisa pun terdiam dan tersenyum kecil karena
merasa puas berhasil meledek si adik.
“Iya dek, maafkan kakak
ya..!”, ucap Nisa memohon maaf.
“Sarapan yang banyak ya
dek, supaya cepat gemuk”, ucap Kak Nisa lagi untuk meyakinkan Raffi kalau ia
benar-benar bersalah.
Suasana pagi yang cerah
berubah menjadi pagi yang diselimuti awan hitam ketika Nisa kembali meledek
Raffi. Ketika itu Raffi dan Nisa berangkat ke Sekolah bersama-sama dengan
berjalan kaki karena letak Sekolah Nisa dan Raffi dekat, sedangkan Ibu sudah
pergi ke pasar.
“Hmm... namanya aja
yang Raffi, tapi orangnya gak rapi, bersih. Mandi aja terburu-buru, buku-buku
berserakan. Cocoknya nama kamu tuh Joko alias ‘jorok kotor’...”, ledek Nisa kembali.
“Ukh... tadi sok
perhatian sagala! Pake acara minta maaf. Nah, sekarang aku diejek lagi sama
dia. Sekarang dimana-mana yang namanya anak tertua itu semuanya sama. Kalau gak
galak, ya sok ngatur, cari perhatian”,
Raffi masih menyangsikan kasih sayang kakaknya yang usil itu.
Setibanya di Sekolahnya
Raffi, wajahnya masih murung dan kesal mengingat si Kakak yang terus usil
kepadanya.
Teeet.... teeet.... Bel tanda dimulainya
pelajaran pertama di Sekolah Raffi.
“Daf apa kau punya
kakak atau abang di keluargamu? Apa kakak atau abangmu sering usil kepadamu?
Apaa..”, Raffi terus bertanya dengan pertanyaan yang sama kepada salah satu
temannya.
“Punya, aku punya satu orang kakak dan satu orang abang. Tapi
mereka gak ada yang usil, semua baik-baik kepadaku”, jawab Daffa sedikit
bingung dengan pertanyaan Raffi.
“Terry apa kau punya
kakak ? Apa kakakmu usil kepadamu? Apa dia sering mengganggumu?”, tanya Raffi panjang
lebar.
“Ya”, jawab Terry
singkat.
“Iya apanya...?”, tanya
Raffi sedikit kesal.
“Ter, alasannya
apa..?”, tanya Raffi sambil
menggoyang-goyangkan bangku Terry.
Sejenak keadaan hening, bagai
sunyi dalam keramaian. Semua murid terdiam dan mengarahkan wajah mereka kearah
Raffi yang masih sibuk meminta Terry menjawab pertanyaanya.
“Ehemmm”, kata
Buk Guru.
Raffi hanya terdiam karena merasa
dia diperhatikan oleh banyak temannya.
Kegiatan belajarpun dimulai...
***
Teeet...Teeet...Teeet...
Sekolahpun telah usai. Semua murid berhamburan
keluar dari kelasnya masing-masing .... Wajah mereka yang ceria walau dipenuhi
peluh keringat di siang hari tidak membuat mereka gerah dan bosan berada di
Sekolah. Apalagi saat bel dibunyikan yang menandakan saatnya mereka pulang
kerumah pertama dan meninggalkan rumah kedua mereka, yaitu Sekolah.
Hari ini Raffi tak pulang bersama
Nisa, karena Nisa pergi bersama temannya mengerjakan tugas bersama temannya.
Raffi sepertinya sudah melupakan kejadian tadi pagi.
Raffi sepertinya sudah melupakan kejadian tadi pagi.
Setibanya dirumah...
“Assalamu’alaikum”, Raffi memberi salam pada
orang dirumah.
“Wa’alaikumsalam, loh Kak Nisa mana..?”, tanya
Ibu kepada Raffi.
“Katanya sih kerja kelompok, Bu”, jawabnya
sambil menoleh kearah meja makan.
“Bu,
ada makanan?”, tanya Raffi kepada Ibu.
“Tidak ada Raffi. Tadi Ibu kepajak, tapi Ibu tak beli makanan.”, jawab Ibu.
“Tidak ada Raffi. Tadi Ibu kepajak, tapi Ibu tak beli makanan.”, jawab Ibu.
“Mengapa Ibu gak membeli?”, tanya Raffi lagi,
“Makanan disana belum tentu sehat Raffi, lagi
pula banyak makanan yang dijual didekat penjualan ayam potong, dekat trotoar. Kalau
ditempat yang biasa Ibu beli itu sudah gak jualan lagi...”, jawab Ibu .
Raffi pun menghela nafas panjang.
Ia tahu maksud sang Ibu yang tak ingin membeli makanan yang tak sehat untuk
anaknya.
Tibanya waktu makan siang...
“Nisa,
Raffi, ayo makan...!”, kata Ibu yang meletakkan makanan keatas meja.
Perut kosong dan pikiran yang dipenuhi kejengkelan membuat Raffi berjalan sembarangan hingga ia tak sengaja membentur pintu kamarnya.
Perut kosong dan pikiran yang dipenuhi kejengkelan membuat Raffi berjalan sembarangan hingga ia tak sengaja membentur pintu kamarnya.
“Aghh.. sakit banget,
dasar dinding sialan”, keluh Raffi.
Hari ini Ibu menyiapkan lauk dan sayur yang sederhana yaitu sayur
kangkung, Ikan teri Medan, dan lauk lain kesukaan Raffi. Tapi kali ini iya tak
menikmati makan siangnya itu.
“Raffi, dimakan
sayurnya. Sayang kalau gak dimakan, mubazir.”, ucap Ibu yang menyodorkan sayur
kepiring makannya.
“Hmm...”.
“Ada apa nak, kan Ibu sudah buat makanan kesukaan Raffi”,
ucap Ibu lagi.
“Mungkin lauknya gak enak. Makan aja, sekali-kali makan ikan teri sama
sayur aja napa... Makan ayam sama daging udah bosan tahu... cepat makan, nanti
nasinya dingin”, desak Nisa kepada Raffi.
“Ah... Kakak ini cara masalah aja... “, ucap Raffi kesal.
“Ada apa Raffi...? Ada masalah di Sekolah Raffi?”, tanya
Ibu.
“Bukan. Hari ini panas banget!”, kata Raffi bermuka kencut.
“Hah... gak nyambung
banget”, ucap Nisa.
“Oh, itu ajanya. Ya sudah hidupkan kipas angin”, kata Ibu.
“Gak, malas..”, katanya singkat.
Raffi memang termasuk anak yang keras kepala dan kadang rajin, kadang
malas. Kadang kalau angin sejuk datang padanya, ia rajin mambantu Ibu. Akan
tetapi kalau yang datang angin ribut, ia akan malas untuk membantu sang Ibu.
Hari ini Badai datang kepadanya, ditambah terik siang yang menyerka
tubuhnya.
Keringat bercucuran bagai air terjun dari inti sungai tanpa hentinya.
***
Pagi ini, adalah jadwal piket pagi Nisa. Tanpa sadar
ternyata jam sudah menunjukkan angka 06.00, sementara Nisa harus datang sebelum
pukul 06.45. Tanpa pikir panjang segera saja Nisa mandi dan bersiap-siap. Nisa
langsung menyambar tas sekolah birunya itu yang merupakan hasil dari kerja
kerasnya menabung. Padahal keluarganaya termasuk dalam kategori mampu. Hanya
saja ia mencoba mandiri, tapi untuk beberapa saat. Aneh... tapi itulah dia, Nisa.
Segera ia pamit kepada Ibu. Sedang Raffi masih tertidur lelap
dikamarnya.
Nisa
melambaikan tangannya kearah trotoar jalan. Kali ini ia akan naik ojek, karena
terjadi kemacetan yang panjang dari persimpangan jalan rumahnya sampai
diperempatan jalan Sekolahnya. Padahal ia bisa saja berjalan kaki, akan tetapi
hal itu tidak mudah karena kendaraan yang melalui jalan itu sangatlah besar dan
dapat berbahaya bagi dirinya.
Oleh
karena itu ia harus naik ojek walupun akan melewati jalan pintas yang
berlubang-lubang dan akan menghabiskan sedikit waktunya karena akan
berputar-putar.
"Makasih
pak, ini uangnya", katanya kepada tukang ojek itu.
"Kurang
neng, masa cuma Rp. 5000, Neng? Tambahin Rp.2000 lagi napa! Zaman sekarang mana
laku. Hidup sekarang susah neng", kata
tukang ojek ngomel panjang lebar.
“BBM udah naik, masa cuma dikasih goceng mana cukup, tambahin
lagi dah neng”, desaknya lagi.
Tukang
Ojek itu terlalu memaksa, membuat Nisa kesal. Padahal kalau Kak Nisa naik becak
dayung, ongkosnya bahkan tak sebesar ini. Paling cuma 3000 atau 4000.
Seharusnya kalau naik ojek ongkosnya agak murah sedikit karena tidak
menggunakan jasa tenaga manusia.
“BBM naik...? siapa bilang. Nih tukang ojek tau aja kalau aku
buru-buru. Kesempatan banget mendesakku
untuk memberinya lebih”, pikir Nisa
dalam hati.
“Makasih ya pak...!”, kata Kak Nisa sambil memberikan
ongkosnya pada tukang ojek tersebut.
Tiba-tiba hujan turun. Nisa tak terlambat tiba disekolah
walaupun jam sudah melewati 06.45 WIB.
***
Setibanya di Sekolah, Kak Nisa bertemu temannya,
Vina namanya. Akan tetapi, Vina acuh tak acuh terhadap Nisa.
“Kalau berpapasan di Sekolah, ia hanya tersenyum hambar, bahkan
seperti menghindar dariku”, ucap Nisa dalam hati.
Vina kesal terhadap sikap Nisa karena Nisa sering tak peduli apabila
Vina meminta Nisa menemaninya kesuatu tempat misalnya. Jarak antara mereka menjadi
renggang karena sering disebabkan jurusan yang mereka ambil berbeda. Nisa
mengambil jurusan dibidang IPA, sedang Vina mengambil jurusan dibidang Bahasa. Oleh
karena itu mereka jarang bertukar pikiran dan mengerjakan tugas bersama. Dan
juga jarak ruang kelas mereka sangat jauh.
“Nis, ada apa denganmu...?”, kata Nisa.
“Hah...?”.
“Oh... gak kenapa-napa”, jawab Vina pendek.
“Tapi...kok kamu kayak asing gitu padaku? apa aku punya salah
padamu..?”, tanya Nisa lagi.
“Bukan gitu
Nis, kita itu kayak ada tmbok besar yang membatasi kita. Ngertikan...?”, ucap
Vina.
“Maksudnya Vin..?”, tanya Nisa bingung.
Setelah berbicara panjang lebar, merekapun menyelesaikan masalah mereka
secara damai.
“Baiklah, maafkan aku bila aku sering tak acuh
kepadamu”, ucap Nisa pada Vina.
“Iya, aku
juga minta maaf kalau aku sering marah padamu”, ucap Vina dan memeluk Nisa sebagai
tanda kembalinya pertemanan mereka yang sempat renggang.
Bel Sekolah berbunyi, mereka kembali ke kelasnya masing-masing.
Di Sekolah, Nisa adalah siswa yang berotak biasa.
“Huh, aku memang tak jenius.”,ucapnya dalam hati.
“Aku bahkan tak seperti temanku, Vina. Ia lebih
pandai daripada aku. Ia bahkan dapat menjadi penulis termuda di Sekolah. Ia
memang berbakat”, ucap Nisa yang memandingkan tingkat kepintarannya dengan temannya.
Saat itu Nisa sedang mengikuti pelajaran Bahasa
Indonesia. Ia dan teman sekelasnya diberi tugas oleh Bu Dina, seorang guru
Bahasa Indonesia yang berparas cantik, muda , baik, dan tinggi.
Nisa dan temannya diberi tugas untuk membuat cerpen
yang harus dikarang sendiri. Tugas ini untuk mengisi hari libur mereka
menjelang UAN kelas 3.
“Anak-anak, kalian Ibu beri tugas untuk membuat
sebuah cerpen yang dikarang sendiri. Tema cerpen yang akan Ibu berikan tidak bebas.
Setiap dari kalian akan diberikan tema tersendiri oleh Ibuk”, kata Bu Guru.
Tentu kelas menjadi gaduh karena tugas ini akan
mempersulit mereka , walaupun Bu Guru sudah menentukan temanya.
Ada tema tentang persahabatan, pengabdian,
penganiayaan, percintaan, perkembangan zaman, pengorbanan, kehidupan,
pendidikan, dan keluarga, pengalaman, dan tema-tema lainnya yang membingungkan
mereka.
Bu Guru tahu, bahwa bila siswanya diberi tugas
mengarang cerita, kebanyakan dari mereka akan membuat cerpen dengan tema
percintaan dan persahabatan. Oleh karena itu tema mereka dibeda-bedakan supaya
bervariasi.
Walaupun demikian, beberapa dari mereka ada yang memiliki tema yang
sama.
Bu Gurupun meninggalkan kelas karena ada rapat
mengenai UAN kelas 3.
Mereka diberi tugas oleh Bu Guru. Mereka tak dipulangkan karena
beberapa menit lagi bel penanda pulang akan berbunyi.
“Kalian
buat cerpen tentang apa ??”, tanya Nisa
pada dua orang teman di depan bangkunya..
“Entah...
bingung. Tema yang diberikan Bu Guru aja aku kagak ngerti”, ucap
Ita sambil menggenggam handphone
barunya.
“Kalau
kamu dis?”, tanya Nisa lagi pada teman yang satunya.
“tau
ah... suram. Bantuin dong ...!”, ucap Gadis.
“Hey
lihat aku punya lagu baru lho... lagu terbarunya Westlife”, timpal Katy pamer.
“Waduh,
gak nyambung nih anak... Lagunya Adele ada gak.. hahaa”, timpal yang lainnya.
Tiba-tiba kelas hining
sejenak...
“aaaaahhhhh,
gak tahu apa yang mau di ceritakan ini. Masa aku diberi tema tentang
keluarga...”, teriak Nisa hingga membuat
Sartika teman sebangkunya menatapnya sinis.
“agh..
bikin terkejut aja ni anak...!”, ucap Sartika sedikit kesal.
“Hey
ngapain stres sendiri, santai aja. Cerpen mah gampang...!”, ucap Randi sepele.
Siapa lagi kalau gak ketua kelas yang kelebihan hormon usil itu.
“Kan
bisa cari di internet, susah-susah. Udah santai aja...”, katanya lagi hingga
memecah konsentrasi Nisa dan temannya yang lain.
“Ahaaa...
bagaimana kalau kita buat cerpen tentang Artis Korea. Sekarangkan sedang
marak-maraknya.”, teriak Geby sehingga membangunkan penduduk satu kampung. Ahh,
maksudnya mengejutkan seisi kelas.
Teriakan Geby disambut dengan
anggukan teman-teman disekitarnya.
“Ssstt,
Ericha mau nulis cerpen tentang apa..?”, tanya Nisa.
“Mau
buat cerpen percintaan, pengalaman sendiri...!”, jawab Ericha.
“Kamu
mah enak, pandai bikin cerpen. Sedangkan aku..? apa coba. Udah tau temanya
gampang, tapi menuangkan kata-kata dalam kertas aja susah bener”, keluh Nisa.
***
Teeet... bel berbunyi
berkali-kali.
Tiba-tiba langit cerah berubah menjadi kelabu....
Langitpun menangis dan membasahi sesisi kota.
Langitpun menangis dan membasahi sesisi kota.
“Vin,
pulang sama yuk.. Aku bawa payung nih. Rumah kita kan hampir berdekatan“, ucap
Nisa.
“Yukk....”,
jawab Vina.
“Tampaknya
kamu ada kesulitan?”, tanya Vina yang melihat Nisa bermuka kecut.
“Iya
aku diberi tugas oleh Bu Guru buat cerpen, temanya ditentukan. Temanya itu
tentang keluarga”, ucap Nisa.
“Ohh..
itu kan gampang. Kamu tulis aja cerita tentang keluargamu sendiri”, jawab Vina.
Hujan datang lagi. Nisa dan
Vina menjemput Raffi disekolahnya. Ternyata Raffi membawa payung sehingga
mereka dapat pulang bertiga bersama.
Mereka berteduh di Halte
Sekolah Raffi karena hujan datang sangat deras.
“Jadi
, gimana setuju gak usulku?”, tanya Vina lagi.
“Keluarga
sendiri? Kayaknya aku gak punya cerita menarik di keluargaku, biasa-biasa
aja... kalau kamu buat cerpen pertama kali inspirasinya dari mana..?”, tanya
Nisa masih bimbang.
“Kalau
aku sih, dimulai dari pengalaman kita sendiri, lalu naik tingkat ke pengalaman
teman, lingkungan sekitar, lalu barulah sampai ketingkat imajinasi atau
khayalan kita sendiri”, sekali lagi
kata-kata Vina membuat Nisa terkejut.
“Wah,
iya juga ya....”, kataNisa kagum dengan
jawabanVina.
Raffi hanya diam dan tak
mencampuri urusan mereka. Ia sedang asik memandangi nilai ulangan Matematikanya
yang mendapatkan nilai 96.
“Tapi
Vin, aku kurang tahu menyusun kata-kata. Bahkan bakatku sendiripun aku gak
tau”, keluhnya lagi.
“Gajah di pelupuk mata tidak
kelihatan, kuman di seberang lautan kelihatan”, ungkapan dari Vina menambah
bingung Nisa.
“Maksudnya...?”, tanya
Nisa bingung.
“Kak
Nisa kalau dengar kata pepatah atau majas mana tau, mana ngerti, diakan....”,
timpal Raffi.
“Apa, kau anggap aku
bodoh.. mentang-mentang dapat nilai 96 udah bangga. Sombong...!”, ucap Nisa
kesal.
“Udah-udah, maksudnya
itu bakat kamu itu ada, tapi belum kelihatan. Maksudnya lagi kamu punya bakat
tersembunyi, tapi gak tahu dimana letak bakat tersembunyi itu. Entah ada di
sekitarmu, tapi kamu gak tahu, atau kamu tahu bakatmu tapi gak dikembangkan..
Gitoe!”, kata-katanya membuat Nisa paham akan maksud itu.
“Ooo.. sekarang aku
mengerti”, kata Nisa mengangguk mengerti.
“oooo, kebanyakan O
nanti bulat lho.. hahaha”, ledek Raffi lagi.
Hujan masih turun deras,
tiba-tiba saja berhenti setelah Nisa selesai membahas tentang cerpen dan bakat.
“Hujan udah berhenti,
yuk kita pulang...”, ajak Nisa dan merekapun pergi meninggalkan Halte dan
pulang ke rumah masing-masing.
***
Setelah selesai makan siang,
Nisa menuju kamarnya dan bergegas membuat cerpen.
“Ahaa!”, sebuah ide
muncul dikepalanya.
“Aku buat cerita tentang keluargaku sendiri
aja. Memang benar kata Vina kalau ingin buat cerita dimulai dari pengalaman
pribadi atau sekitar dulu”, ungkapnya senang.
Nisa pun mulai membuat
cerita...
Ketika sedang asik menulis
cerita. Ia teringat ungkapan yang dituturkan oleh Mario Teguh dalam sebuah
jejaring sosial, yang isinya:
Anda yang sedang kesal
karena perendahan orang lain,
It's OK mereka merendahkan Anda sekarang, asal yang Anda lakukan akan menjadikan Anda lebih tinggi daripada mereka.
Sabarlah. Dunia ini berputar, dan berpihak kepada yang sabar dan rajin.
Ini hanya masalah waktu.
________________________
Mario Teguh
It's OK mereka merendahkan Anda sekarang, asal yang Anda lakukan akan menjadikan Anda lebih tinggi daripada mereka.
Sabarlah. Dunia ini berputar, dan berpihak kepada yang sabar dan rajin.
Ini hanya masalah waktu.
________________________
Mario Teguh
Melihat
ungkapan itu, Nisa menjadi lebih semangat dalam menulis cerita. Ia ingin
mencari dan mengetahui bakatnya seperti yang dikatakan temannya. Walaupun
nantinya ia bukan menjadi penulis, ia akan berusaha agar dapat menemukan
bakatnya dibidang apapun itu.
“Ya...
aku harus semangat, dunia ini berputar. Setelah aku tahu bakatku, aku akan
mengembangkannya dan menjadikannya sebuah kesuksesan bagiku, agar aku gak
direndahkan orang lain dan agar aku menjadi lebih dari mereka”, ucap Nisa
semangat.
Melihat
si Kakak berbicara sendiri dikamar, Raffi bertanya,”Ada apa dengan Kakak?”.
“Gak
ada, biar semangat aja ngerjakan tugas”, alih Nisa.
Melihat
Nisa tak kunjung keluar kamar, ia pun menjumpai Nisa dan menyodorkannya
sebungkus roti isi keju kesukaan Nisa.
“Kak,
mau gak?”, ucapnya
“Apa?
Mau apa? Boleh...”, Nisa menyambar Roti itu dari tangan Raffi.
“Uhh..
udah dikasih, gak sopan”, kesalnya.
“Iya
deh, makasih ya adikku baik...!”, puji Nisa.
Nisapun
melanjutkan cerpennya.
Kebaikan
sang adik membuat jalan ceritanya tambah panjang. Karena Nisa menulis cerpen
tentang sang adik, Raffi. Nisa menulis cerita tentang kejahilan sang adik dan
kejahilannya kepada Raffi.
Tapi,
dia tak tahu akhir dari ceritanya....
Hari
berganti hari, langit biru berubah menjadi kelabu. Entah kenapa, apa langit menangis
lagi??. Padahal musim lalu, langit selalu riang. Jarang bersedih. Ia selalu ditemani matahari, tapi kini
matahari jarang bertemu dengannya. Apa ada jarak antara mereka?. Seperti Nisa
dan Vina yang dulu sempat renggang dan akhirnya berteman lagi.
Hari
ini Nisa libur sekolah karena kelas 3 sedang melaksanakan ujian. Sedangkan
Raffi masih bersekolah.
“Bu,
ada telepon dari sekolah Raffi...!”, kata Nisa.
“Dari
Sekolah?”, jawab Ibu sedikit terkejut.
“Selamat
siang Buk. Apa ini dengan Ibunya Raffi?”, suara pria terdengar ditelepon.
“Ya,
benar. Ada apa ya Pak..?”, tanya Ibu penasaran.
“Begini
Buk, tadi anak Ibu Raffi mengalami kecelakaan, dia terjatuh di tengah jalan.
Saya kurang tahu pasti penyebabnya. Kata murid lainnya ia terjatuh karena
terpeleset dijalan”, kata pria yang merupakan Guru Sekolah Raffi.
“Apa
pak, Astagfirullah. Ya Tuhan... Dimana anak saya sekarang ya pak?”, tanya Ibu
gelisah.
Kak
Nisa yang penasaran mengapa Ibu samapai terkejut seperti kehilangan barang
berharga, bertanya pada Ibu. Mendekatkkan telinganya ketelepon.
“Ada
apa Bu?”, tanya Nisa.
“Ssstt”.
“Anak
Ibu ada di RSU dekat Sekolah”, jawab Guru tersebut.
Ibu dan Nisa segera bergegas menuju Rumah Sakit.
“Ada apa dengan anak saya Pak?”, tanya Ibu
kepada Guru Raffi.
“Kata Dokter tangan kanan anak Ibu mengalami
keretakan pada sendinya”, kata Guru itu.
“Tapi anak saya tak kenapa-kenapa kan pak?”, Ibu masih belum yakin
dengan pernyataan Pak Guru.
“Iya Buk, kalau dirawat dengan baik, empat minggu atau enam minggu
sudah bisa digerakkan. Dokter mengatakan retaknya tak parah dan tak
membahayakan persendiannya”, kata Pak Guru meyakinkan Ibu.
Mendengar itu Nisa merasa kecewa dan bersedih. Ia merasa gara-gara
hujan yang deras adiknya mengalami musibah seperti ini.
Ia menghampiri Raffi yang tengah tertidur. Ia tak tahu apakah
Raffi dapat tertidur dengan nyenyak setelah musibah ini datang padanya atau
tidak.
***
Setelah beberapa hari dirawat di Rumah Sakit, Raffi
akhirnya dikembalikan ke Rumahnya. Ia dirawat dengan baik oleh Ibu dan
Kakaknya. Tak jarang Nisa juga menjahili sang adik walaupun Raffi masih sakit.
“Hey... ayo
tangkap. Tangkap kalau bisa...”, kata Nisa pada Raffi.
“Ahh...
kembalikan perbanku. Ibu.. Kak Nisa menggangguku..”, teriak Raffi.
Pada saat itu Ibu sedang pergi ke Apotek membeli
obat.
Tiba-tiba....
Gbrukkk.......
“Aduhhh...
sakit!!”, rintih Raffi.
“Ada apa ini ribut-ribut”, Ibu datang dan melihat Raffi terjatuh
dilantai.
“Ya Allah... Raffi. Mengapa bisa terjatuh”, Ibu terkejut
melihatnya.
Nisapun segera menolong Raffi.
Nisa menyesal karena sudah mengganggu Raffi.
“Nisa gak sengaja bu....!”,
ucap Nisa.
“Kamu jahil lagi ya pada
adikmu..?”, tanya Ibu.
“hmm, iya. Maaf ya dik..!”,
kata kak Nisa meminta maaf.
Raffi
hanya diam menahan sakitnya dan berpikir kalau Nisa sok perhatian lagi padanya
seperti dulu... Ingatan itu datang lagi kepadnya dan berkata dalam hati,” Aku sudah
kenyang melihat kenyataan permainan dunia sekarang”.
Syukurnya, Raffi tak apa-apa. Untungnya ketika ia sedang rebutan
perban hingga ia terjatuh, tangannya sudah ditopangnya duluan sehingga tak
membentur lantai. Hanya saja kakinya yang terkilir.
Sore harinya, Nisa pergi membeli soto kesukaan adiknya Raffi
diwarung dekat Rumah. Ini sebagai permintaan maafnya yang sering meledek Raffi.
Cuaca yang masih cerah tiba-tiba mendadak mendung lagi dan
akhirnya turun hujan. Nisa tidak membawa payung, kendaraapun tak ada yang lewat.
Ia pulang kerumah dengan berjalan kaki karena jarak rumah dengan warung cukup
dekat.
Setibanya dirumah, ia basah kuyup. Nisa memberikan soto itu kepada
Raffi, tapi karena Raffi maih jengkel pada kakaknya dan berpikir Nisa ingin
mencari perhatian lagi, ia pun menolak pemberian itu.
“Gak ah... udah kenyang!”, ucap Raffi sambil menuju kamarnya
dengan jalan tertatih-tatih.
“Benar, gak mau... ya udah!”, ucap Nisa pelan.
Esoknya, Nisa batuk-batuk dan
demam. Raffi merasa bersalah.
“Aku merasa dikejar-kejar dosa”, katanya menyesal.
Tiba-tiba dihatinya ada suatu kekhawatiran. Ia melihat kakaknya tidak
selera makan. Melihat itu, Raffi menghampiri Nisa dan memberinya obat demam dan
air minum.
Dan berkata,”Kakak sakit..?”.
“Iya”, ucap Nisa.
“M...maaf ya kak, jangan lupa minum obat, supaya
lekas sembuh”, ucap Raffi yang memegang kening Nisa yang panas.
Nisa memeluk Raffi bahagia,”Terima kasih, Raffi”.
Setelah sembuh, Nisa melanjutkan cerpennya yang akan dikumpulnya besok.
Dia masih bingung akhir ceritanya.
Lima menit kemudian....
“Kenapa aku tidak membuat ending yang kayak
gini aja?? Kenapa gak terpikir olehku??”, Nisa memikirkan akhir cerita dari
cerpennya tentang kebaikan sang adik yang ternyata perhatian padanya.
“Hhh.. empat kata untukku ‘aku berhasil
menyelesaikan cerpenku’...!”, teriaknya.
Akhirnya Nisa berhasil menyelesaikan cerpennya tepat waktu. Beberapa
minggu kemudian Raffi juga sembuh dan tangannya dapat digerakkan lagi. Semua
aktivitas berjalan dengan lancar.
Raffi pun berpikir kalau kejahilan kakaknya itu hanya untuk mempererat
persaudaraan mereka, walaupun dengan cara demikian.
Sibolga, 03 April 2012
Isti Nadya Septian
bagus banget blog nya....
BalasHapusthx y.. ^^
BalasHapushttp://nalurerenewws.blogspot.com/2018/09/taipanqq-hadapi-apa-pun-4-zodiak-ini.html
BalasHapushttp://updatetaipanbiru.blogspot.com/2018/09/taipanqq-jatuh-cinta-bikin-berat-badan.html
Taipanbiru
TAIPANBIRU . COM | QQTAIPAN .NET | ASIATAIPAN . COM |
-KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID terbaik nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
1 user ID sudah bisa bermain 8 Permainan.
• BandarQ
• AduQ
• Capsasusun
• Domino99
• Poker
• BandarPoker
• Sakong
• Bandar66
Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
customer service kami yang profesional dan ramah.
NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
• WA: +62 813 8217 0873
• BB : E314EED5
Daftar taipanqq
Taipanqq
taipanqq.com
Agen BandarQ
Kartu Online
Taipan1945
Judi Online
AgenSakong